Monday, November 24, 2014

Journey of Jobseeker

Bismillah...

Saya baru kerja jalan minggu ke-4, tapi terinspirasi akan chat @jojopurba malam ini saya mau share saja. Untung2 ada yg baca dan bermanfaat.

Apply di tempat saya bekerja sekarang saya bahkan lupa. Waktu menjawab telpon panggilan interview nya bahkan saya bertanya hampir tiga ulangan "maaf, darimana?" sambil berfikir 'kapan saya apply kesini?'. Akibat terlalu banyak apply dan sebagian besar program management trainee. Maklum. Terbiasa suka percepatan gitu... Oke lanjut.

Jadi. Menjadi jobseeker ternyata penuh tantangan. Dan bagi saya, tidak mudah. Ketika itu saya sudah banyak apply via website lowongan kerja 'J' karena bulan Juli-Agustus itu website lowongan kampus sedang sepi-sepinya. Kalo ada biasanya batas waktunya September. Saya yang waktu itu punya target untuk tidak terlalu lama menganggur, inisiatif saja kerja part time jadi data collector sebuah perusahaan start up IOS app selama Juli-Agustus. Lumayan isi waktu yang bermanfaat dan menghasilkan receh, tetapi monoton. Saat itu saya semakin yakin, saya tidak akan cocok jadi staff yang jobdesc-nya jelas dan cenderung monoton.

Singkat cerita. Selama proses menjadi jobseeker, saya sudah beberapa kali gagal. Seinget saya di bank swasta M, manufaktur footwear N, dan purchasing perusahaan gula S. Pada akhir Agustus barulah ada 2 proses yang sangat menarik dan menjadikan September 2014, bulan yang paling menentukan fase hidup saya sesudah S1. Saya menjalani proses rekrutmen di bank BUMN M dan di perusahaan saya bekerja sekarang, R. (Sengaja saya tidak lafalkan supaya tidak masuk google. Halah.)

Selama proses rekrutmen itu saya menjadikan bank BUMN M menjadi prioritas dan perusahaan R sebagai 'yang kedua'. Namun, seiring jalannya proses rekrutmen yang panjang, terjadilah observasi. Terutama lingkungan kerja yang bagi saya menjadi poin pertimbangan yang penting, bahkan krusial. Gaji adalah variabel yang paling penting. Tapi bagi saya, lingkungan kerja adalah juga variabel penting.

Jika kalian juga sedang atau telah menjalani proses sebagai jobseeker. Sebaiknya juga melakukan observasi kecil-kecilan tentang poin apa yang menjadi penting untuk kalian pertimbangkan, di luar kontrak kerja.

Dan begitu. Perusahaan R memberikan saya kepastian yang tidak saya terima di perusahaan lain. Waktu itu ada 3 variabel. Gaji, lokasi, lingkungan kerja. Perusahaannya tidak harus besar, asal gaji besar, dekat rumah, dan lingkungan kerjanya sesuai. Perusahaan R sudah memberikan yang 2. Tinggal poin terakhir. Dan ia berhasil. Selama proses rekrutmen saya perhatikan, hanya perusahaan R yang memiliki lingkungan kerja nyaman yang berisi karyawan penuh energi positif dan ramah-tamah. This is it. Bahkan karyawan dan user selama proses rekrutmen. Another 'this is it'.

Goncangan tetap ada. Si bank yang selama ini menjadi prioritas berhasil saya tembus sampai tahap akhir, interview direksi dan medical check up. Selain itu ada juga panggilan di beberapa perusahaan seperti retail L dan C, induk perusahaan nanas kaleng G, serta perusahaan rokok S yang sama sekali saya tidak tertarik untuk geluti. Kecuali suatu hari Indonesia tidak menjadi pasar *curhat.

Tapi karena saya tidak neko-neko dan sebisa mungkin meminta izin Allah, sampailah saya pada tanggal penawaran kontrak (offering letter). Kemudian sebulan setelahnya saya taken kontraknya. Yang menarik adalah yang saya temukan setelah saya mulai bekerja. Bahwa perusahaan R mencari kandidat2nya berdasarkan bonding, ikatan.

Hal ini awalnya saya temukan saat taken kontrak. Ada dua orang lain dalam satu ruangan. Keduanya laki2. Saat itu, Ibu A sebagai HRD menjelaskan pada kami bertiga mengenai isi kontrak 2.5 tahun itu. Dua orang ini, selain saya, terus bertanya mengenai penjelasan gaji yang saat itu hanya dijelaskan lewat 1 kalimat dalam berlembar-lembar kontrak. Saya tidak larut dalam perdebatan mereka karena saya berinisiatif untuk bertanya sedikit lalu tanda tangan. Kemudian pada hari pertama saya bekerja, saya tidak menemukan mereka.

Sampai cerita ini saya ingin simpulkan beberapa poin. Pertama. Kebahagian saya dan kepuasaan saya, saya yang tentukan persyaratannya. Kedua. Tidak melulu harus cepat dan buru-buru. Seperti jodoh. Sampai suatu titik saya merasa cocok, maka saya akan pilih dia seizin Allah.

Well.

Selalu ada pelajaran di setiap pengambilan keputusan pada siapa yang mau belajar.

Semangat!

Friday, November 7, 2014

Gadis Gadis Sengsara

Bismillah...

I think this is crucial. I need to release this dangerous wild thoughts somewhere. At least here.

Adik saya adalah salah satu dari sekian gadis-gadis sengsara yang ada di muka bumi Indonesia. Kenapa? Karena dia suka menyaksikan sinema elektronik langganan stasiun televisi Indonesia yang sedang memasuki usianya yang ke-24 tahun. You must know what I mean. Saya tidak masalah dia suka menonton televisi. She need to be entertained anyway after whole day she spent her time studying. But the minus thing here is that sinetron.

This is not the first time, but i cant stand this anymore. Jika adik saya tidak bisa mendengarkan saya, biarkan saya mulai dengan menulis saja semuanya di blog.

Menurut saya, sinetron satu itu (dan lainnya) tidak punya nilai positif sekalipun. Saya tahu pasti semua orang banyak yang setuju akan hal ini karena toh KPI mengklasifikasikan tontonan ini ke dalam kelas tidak layak siar, or anything they called it. Bagaimana tidak, saya yang sudah mulai merasakan pulang kantor petang hari dan menginginkan istirahat ideal di malam hari harus mendengar dialog-dialog yang minta banget dikomenin saat saya masuk ke kamar (saya tidur dengan adik saya, dan di kamar kami ada tv which is never used by myself, and she is the one who control the remote).

"Tristan! Argh! Lepasin gueh argh!" ketika saya tengok, ada adegan wanita teriak-teriak seperti orang gila.
"Dulu gue pengen tau orang tua gue siapa, tapi sekarang apah? Gue ditelantarin." terus si wanita yang mendengarkan, di adegan itu, berkaca-kaca.
"Bangsa serigala tidak boleh menguasai darah suci, vampir pemburu harus dimusnahkan (saya lupa dialognya)", and those all things i heard successfully provoke me to let out my words like, "Dek, itu APAAN SIH?!" terus yang ditanya cuma ketawa.

Engga ngerti lagi...

Sebenarnya saya tidak peduli akan tayangan itu karena saya memilih untuk tidak menontonnya. Tapi saya khawatir dengan adik saya. Bayangkan. Setiap hari. Sepulang sekolah. Saya berkesimpulan bahwa adik saya sudah tercuci otaknya. And I cant let her get brainwahsed like that. But even I can lead other people I always failed when I lead her.

The other point is she's not always watching it, sometimes she plays her phone. This is not too helping because the sound still can be heard. And that sound is ALWAYS annoying me. Puncaknya adalah kemarin. Saya hampir selalu mengomentari suara-suara, terutama dialog yang menurut saya itu hanya buang durasi, yang keluar dari tv sampai pada akhirnya saya bilang, "Dek, itu bisa ngga nontonnya sambil di-mute?".

Huft.

But I still believe in her in any ways. I can still look at the way she studies. While exam's coming, she spend her time at the extra class and repeat them at home WITHOUT turn on the tv. I'll take this as her indicator. She's fine.

GGS. Please. Just. Go away.

Wednesday, November 5, 2014

Kelas Mrs F

Bismillah...

Hari ini adalah hari ketiga saya bekerja. Sebagai pegawai tidak tetap, saya merasa posisi ET (semacam program pengembangan eksekutif) sudah cukup memenuhi ekspektasi saya. Mungkin bukan gaji yang amat besar di awal masuk, tapi apa yang akan saya lakukan disana, prinsip perusahaan, lingkungan kerja, bahkan lokasi, semua terasa pas. Dan memudahkan saya mengerjakan sesuatu dengan ikhlas. Ini mungkin bukan atau belum menjadi saat yang tepat untuk merasa puas, tapi saya memilih untuk menempatkan kehausan saya di jalur yang tepat.

ET membuat saya bertemu dengan orang-orang yang memiliki ilmu, integritas, bahkan spiritual yang tinggi. Saya mungkin belum yakin apakah bonding ini benar sudah tercipta hanya baru pada hari ketiga bekerja. But who knows? Everyone has their own dreams and expectations, right? Atmosfir perusahaan tempat saya bekerja ini terlalu bersahabat dan nyaman. Pas.

Salah satu atasan saya, just call her Mrs F has just made me feel so honored to met her. Today's class led by her was just perfect. Mrs F dengan segala gayanya yang jutek saat interview, tatapan menjatuhkan dan penuh ketidakyakinan akan saya saat itu, jauh berbeda saat dia memberikan materi dan menggunakan 'feeling'nya kepada kami, para trainee. Dia membuat saya kembali memberikan poin positif pada kantor ini.

"Sejauh apapun kesuksesan kita yang telah kita bangun satu persatu bagiannya, akan ada saat dimana semuanya akan hancur dan kita akan memilih untuk belajar dari kesalahan dan membangunnya lagi dari awal, sukses, hancur, bangun lagi, hancur lagi, bangun lagi, atau menyerah atau malah ikut  menghancurkan kesuksesan orang lain. Begitu seterusnya." Kurang lebih begitu kata-kata Mrs F saat 'mengerjai' para trainee untuk menyusun tusuk gigi dan kertas setinggi mungkin, lesehan, dengerin musik, sambil ngobrol dan ledek-ledekan.

Well, saya akan dengan semangat menunggu kelas beliau lagi.