NAMA: MAYA RAMADHAYANTI
NRP: F34100149
LASKAR: 23
Cerita Inspirasi 2
Aku bukan seorang jenius. Aku juga bukan seorang unggul. Aku hanya seorang pelajar biasa layaknya pelajar SMA kebanyakan. Tapi aku punya mimpi yang tak kalah dengan seorang jenius dan unggul. Aku ingin melanjutkan studiku ke Universitas Negeri yang unggul di Indonesia. Tidak usah jauh-jauh, setidaknya masih di daerah provinsi tetangga.
Untuk mewujudkan mimpi, aku percaya harus ada yang dilakukan. Namun kenyataannya, aku hanya bisa berusaha seorang diri untuk mewujudkan mimpiku itu. Tentu saja orang tua membantu dalam support serta doa mereka. Hanya saja, aku juga punya ketakutan yang sama dengan pelajar yang lain; kegagalan.
Aku melihat teman-temanku berlomba-lomba ikut bimbingan belajar, yang bahkan lebih dari 1. Aku tahu jelas itu mereka lakukan demi mewujudkan mimpi mereka, dan itulah yang aku sebut "harus ada yang dilakukan". Namun kembali kepada kenyataan, bimbingan belajar bagi ekonomi keluargaku adalah prioritas kesekian. Sekolah akselerasi saja seperti menjadi beban bagi keluargaku, itu karena biaya kelas unggulan tersebut 'istimewa'.
Untuk itu, aku hanya bisa usaha dengan belajar mandiri, sendirian. Aku pikir aku masih punya banyak teman, dan aku bisa bertanya kepada mereka bila ku butuh. Tetapi kemandirian itu buka sesuatu yang mudah, melawan rasa malas itu sangat sulit untuk orang sepertiku. Ya, aku paling malas belajar sesuatu yang bukan 'bidang'ku.
Mulai datang ujian pertama, UAN. Dengan percaya diri, aku keluarkan semua hasil pembelajaran mandiriku. Dan alhamdulillah hasilnya tidak buruk walaupun target rerata 80 ku tidak tercapai. Kemudian ujian yang sebenarnya datang, Ujian Masuk Universitas. Beragam tes sudah aku ikuti; SIMAK, UTUL. Tetapi hasilnya nihil.
Aku masih percaya diri karena masih ada UMB dan SNMPTN, meskipun teman-temanku sudah banyak yang memiliki tujuan masa depan yang jelas. Karena itu aku mulai fokus dengan acara perpisahan kelas. Dengan niat ingin bersyukur sudah bisa lulus SMA serta kelulusan lainnya, aku bermaksud untuk mengadakan BAKSOS.
Pengumuman UMB pun keluar dan hasilnya juga nihil. Ketakutan besar mulai melanda batinku, beragam pertanyaan mulai berdatangan "bagaimana kalau SNMPTN juga gagal?". Acara BAKSOS yang kukoordinir pun mulai terbengkalai karena aku tidak fokus. Aku dilema antara fokus belajar untuk SNMPTN atau fokus pada acara BAKSOS. Terbesit dalam pikiranku untuk melempar tanggung jawabku pada teman lain yang sudah mendapatkan universitas.
Namun khirnya kuputuskan untuk mendahulukan keutamaan syukur dan tanggungjawab. Aku pikir BAKSOS pun bisa jadi ajang doa kesuksesanku nanti. Lagipula apa guna usaha tanpa doa? Aku pula yang mencanangkan ide BAKSOS ini. Dengan sigap aku berhasil melancarkan acara kelas tersebut, dan rasanya bebanku benar-benar lepas. Aku tidak merasa ketakutan lagi, karena aku sudah berusaha semampuku.
Pengumuman SNMPTN pun keluar, dan Alhamdulillah aku diterima di IPB pilihan kedua yang kupilih saat mendaftar. Sujud syukur terkasih adalah hal pertama yang kuberikan kepada Allah saat itu. Terima kasih ya Allah, perjuanganku selama ini terbayar sudah :). Setiap ketakutan yang kulawan itu kini telah membuahkan kegembiraan.
NRP: F34100149
LASKAR: 23
Cerita Inspirasi 2
Aku bukan seorang jenius. Aku juga bukan seorang unggul. Aku hanya seorang pelajar biasa layaknya pelajar SMA kebanyakan. Tapi aku punya mimpi yang tak kalah dengan seorang jenius dan unggul. Aku ingin melanjutkan studiku ke Universitas Negeri yang unggul di Indonesia. Tidak usah jauh-jauh, setidaknya masih di daerah provinsi tetangga.
Untuk mewujudkan mimpi, aku percaya harus ada yang dilakukan. Namun kenyataannya, aku hanya bisa berusaha seorang diri untuk mewujudkan mimpiku itu. Tentu saja orang tua membantu dalam support serta doa mereka. Hanya saja, aku juga punya ketakutan yang sama dengan pelajar yang lain; kegagalan.
Aku melihat teman-temanku berlomba-lomba ikut bimbingan belajar, yang bahkan lebih dari 1. Aku tahu jelas itu mereka lakukan demi mewujudkan mimpi mereka, dan itulah yang aku sebut "harus ada yang dilakukan". Namun kembali kepada kenyataan, bimbingan belajar bagi ekonomi keluargaku adalah prioritas kesekian. Sekolah akselerasi saja seperti menjadi beban bagi keluargaku, itu karena biaya kelas unggulan tersebut 'istimewa'.
Untuk itu, aku hanya bisa usaha dengan belajar mandiri, sendirian. Aku pikir aku masih punya banyak teman, dan aku bisa bertanya kepada mereka bila ku butuh. Tetapi kemandirian itu buka sesuatu yang mudah, melawan rasa malas itu sangat sulit untuk orang sepertiku. Ya, aku paling malas belajar sesuatu yang bukan 'bidang'ku.
Mulai datang ujian pertama, UAN. Dengan percaya diri, aku keluarkan semua hasil pembelajaran mandiriku. Dan alhamdulillah hasilnya tidak buruk walaupun target rerata 80 ku tidak tercapai. Kemudian ujian yang sebenarnya datang, Ujian Masuk Universitas. Beragam tes sudah aku ikuti; SIMAK, UTUL. Tetapi hasilnya nihil.
Aku masih percaya diri karena masih ada UMB dan SNMPTN, meskipun teman-temanku sudah banyak yang memiliki tujuan masa depan yang jelas. Karena itu aku mulai fokus dengan acara perpisahan kelas. Dengan niat ingin bersyukur sudah bisa lulus SMA serta kelulusan lainnya, aku bermaksud untuk mengadakan BAKSOS.
Pengumuman UMB pun keluar dan hasilnya juga nihil. Ketakutan besar mulai melanda batinku, beragam pertanyaan mulai berdatangan "bagaimana kalau SNMPTN juga gagal?". Acara BAKSOS yang kukoordinir pun mulai terbengkalai karena aku tidak fokus. Aku dilema antara fokus belajar untuk SNMPTN atau fokus pada acara BAKSOS. Terbesit dalam pikiranku untuk melempar tanggung jawabku pada teman lain yang sudah mendapatkan universitas.
Namun khirnya kuputuskan untuk mendahulukan keutamaan syukur dan tanggungjawab. Aku pikir BAKSOS pun bisa jadi ajang doa kesuksesanku nanti. Lagipula apa guna usaha tanpa doa? Aku pula yang mencanangkan ide BAKSOS ini. Dengan sigap aku berhasil melancarkan acara kelas tersebut, dan rasanya bebanku benar-benar lepas. Aku tidak merasa ketakutan lagi, karena aku sudah berusaha semampuku.
Pengumuman SNMPTN pun keluar, dan Alhamdulillah aku diterima di IPB pilihan kedua yang kupilih saat mendaftar. Sujud syukur terkasih adalah hal pertama yang kuberikan kepada Allah saat itu. Terima kasih ya Allah, perjuanganku selama ini terbayar sudah :). Setiap ketakutan yang kulawan itu kini telah membuahkan kegembiraan.
No comments:
Post a Comment